Sertifikasi guru kali ini di tahun 2011, mulai dilaksanakan dengan upaya menyaring guru-guru yang dipandang memiliki kriteria kualified dan berhak mendapat sertifikat guru. Sebagaimana upaya pemerintah Indonesia dalam peningkatan kualitas pendidikan telah berproses hingga kini. Secara khusus, kualitas pendidikan yang menjadi sentral utama adalah pendidik (guru) pada
pendidikan formal. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang disahkan tanggal 30 Desember 2005. Pasal 8 yang menyatakan: Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan Nasional. Pasal lainnya adalah Pasal 11 ayat (1) menyebutkan bahwa sertifikat pendidik (sebagaimana dalam pasal 8) diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
pendidikan formal. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang disahkan tanggal 30 Desember 2005. Pasal 8 yang menyatakan: Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan Nasional. Pasal lainnya adalah Pasal 11 ayat (1) menyebutkan bahwa sertifikat pendidik (sebagaimana dalam pasal 8) diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
Para pendidik dalam mengajar/mendidik siswa-siswinya sangat diharuskan memiliki kualifikasi pendidikan yang handal dan mumpuni. Dengan kata lain membutuhkan guru yang profesional dalam bidangnya. Karena apalah artinya pendidikan ini jika tidak diemban oleh mereka yang ahli (profesional) dalam bidangnya, hanya akan menghasilkan kegagalan tujuan pendidikan Nasional, yakni mencerdaskan anak bangsa akan sulit terwujud. Sebagaimana dokter, hakim, pengusaha atau profesi lainnya yang selalu dituntut untuk profesional dalam mengemban dan membawa amanatnya. Begitupula guru, profesionalitas sangat diperlukan agar misi pendidikan yang diembannya ke depan nanti semakin berkembang dan maju.
DIJUAL KLIK PADA GAMBAR |
Meskipun demikian, yang menjadi perhatian para pendidik sekarang secara umum kurang memperhatikan kehidupan sekarang yang sedang dijalani siswa, padahal jika dilihat lebih mendasar dan manusiawi, kehidupan di mana siswa sedang menjalaninya saat ini sangat butuh untuk memahami diri, lingkungan dan potensinya. Tetapi selama ini, belum ada usaha nyata yang terlihat dari aspek ini. Begitupula dalam mewujudkan masa depan siswapun, bila ditelaah lebih mendalam terhadap realita pendidikan yang berlangsung sekarang, kurang begitu memuaskan dalam kacamata global. Oleh sebab itu, perlu adanya re-refleksitas usaha ke depan yang lebih matang.
Dalam upaya membangun prestasi siswa melalaui re-refleksitas ini perlu adanya struktur menejement guru yang berupaya keras dan pintar khusunya pada instansi sekolah yang masih tertinggal. Begitupula peran pemerintah baik daerah maupun pusat untuk menggalakkan perombakan nasib pendidikan yang tertinggal demi kemajuan dan kerjasama yang baik. Dan satu hal yang lebih penting lagi, dalam carut marut perubahan seperti sekarang ini, perubahan pendidikan (bahkan sosial dan bangsa) akan sulit mengalami perkembangan yang signifikan kecuali dengan perubahan mind-set (pola pikir) ke arah sana dari semua pihak yang terkait dalam pendidikan ini. Corak pandang demikian ini menunjukkan, pendidikan tidak hanya berorientasi pada taraf hidup atau masa depan masyarakat luas yang lebih modern, dinamis dan bermoral mulia, melainkan pula pada kenyataan hidup sekarang, saat ini, sudah nampak bibit-bibit unggul untuk menjalai proses menuju masa depan yang cerah. Serta, akhirnya memberikan sumbangsih (contribution) yang besar kepada sosial, budaya, agama, bangsa serta masa depan umat pada umumnya.
Kesalahan Orientasi dalam sertifikasi
DIJUAL KLIK PADA GAMBAR |
Masalah profesionalis keguruan melalui sertifikasi selama ini masih dianggap oleh beberapa golongan pendidik yang berorientasi pada tunjangan finansial yang jelas-jelas lebih tinggi dari pada gaji pokok yang diterima dari instansinya. Hal ini menunjukkan adanya kesalahan orientasi yang harus diluruskan. Yakni, sebagian besar para pendidik hanya tertuju pada tunjangan finansial, padahal semestinya profesi dan mutu keguruannya juga lebih ditingkatkan, yakni menejement strategi pembelajaran lebih optimal yang dapat memberdayakan anak didik belajar aktif dan mengalir, baik itu dari metode mengajarnya, perhatiannya kepada anak didik, harapan ke depannya, bahkan dapat menjadikan anak didik yang paling susah diajarpun bisa belajar dengan baik dengan metode dan penerapan guru yang handal. Ironisnya, tidak jarang pendidik yang telah tersertifikasi memiliki menejement pengelolaan kelas masih sama seperti sebelum ia menjalani sertifikasi.
Hal semacam ini agaknya sulit dilaksanakan oleh semua guru, bahkan tidak jarang pula yang mengatakan tidak mungkin, lebih-lebih jika menangani kasus kenakalan siswa yang diluar batas. Mengambil istilah jawa “arek nek wes kadong nakal diapak-apakno yo pancet nakal”. Padahal dengan sertifikasi tentunya dengan keahlian mengajar dan mendidik labih bagus dari pada yang belum disertifikasi. Pada kenyataannya, masih banyak guru yang sudah mengemban sertifikasi tapi metode pengajaranya masih sama sebelum ia tersertifikasi. Dan hal yang terjadi adalah tingkat keberhasilan mengajar mendidiknya belum terdapat hasil yang signifikan. Ini dapat dilihat dari realita kehidupan anak didik yang belum mencerminkan sebagai pelajar yang teladan, namun masih memperlihatkan sosok brutal dan kesenjangan moral lainnya.
Kejadian semacam ini telah menunjukkan betapa belum berhasilnya para guru, khususnya guru sertifikasi dalam mendidik siswa. Bahkan ironisnya, para guru hanya cemberut dan tidak kuasa menangani siswa yang bermasalah seperti itu. Pada sisi ilmiahnya, pendidik semacam ini belum dapat dikatakan guru profesional meskipun sudah tersertifikasi. Hanyalah bualan semata, dan sangat cocok dengan isu-isu sebagian kalangan masyarakat yang mengatakan bahwa upaya pemerintah terhadap sertifikasi ini konon hanya akal-akalan semata untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Bukan mutu. Sangat naif bukan.
Padahal, lebih hakikinya guru ditugaskan untuk mendidik, mengajar, mengatasi masalah/ problem solving siswa, memotivasi, menginspirasi, mengarahkan, yang ini semua tidak hanya tertuju pada anak penurut tapi juga sangat besar peranannya kepada anak yang bandel sekalipun untuk dapat diharapkan luluh hatinya supaya senang belajar dengan giat demi memperbaiki nasib hidupnya dan masa depan. Tidak harus dengan kekerasan atau bahkan paksaan, melainkan dengan ketegasan dan suri tauladan yang baik, serta beberapa pendekatan terapan yang sekarang ini banyak dikembangkan para ahli yang dapat menjadikan anak didik menyukai, menganut dan memahami apa yang kita inginkan. Inilah tugas utama guru dan juga orang tua. Jika demikian yang terlaksana maka patut menyandang guru profesional.
Pentingnya seorang guru yang profesional dalam mendidik, bertujuan untuk mencetak keberhasilan atau kesuksesan masa depan anak, bahkan dalam aspek perkembangan budaya modern, tak hanya masa depan yang menjadi harapan, masa kinipun juga demikian halnya, artinya ketika seorang pelajar masih dalam menjalani proses belajar mampu untuk hidup mandiri dan bertanggung jawab atas permasalahan yang muncul dalam problematikanya. Dengan kata lain, meraih kesuksesan dari awal, karena pada dasarnya arti kesusksesan adalah “proses” bukan tujuan, jadi sukses di masa kini juga sukses di masa mendatang. Karena faktor kesuksesan di masa mendatang sangat dibantu pada faktor-faktor kesuksesan yang dijalani mulai saat ini.
Seorang pendidik yang profesional mampu untuk mengembangkan pola pembelajaran yang aktif revolutif, atinya selalu mengadakan inovasi dalam pengembangan pendidikan baik secara mikro maupun makro untuk menjawab tantangan zaman. Secara mikro artinya seorang pendidik mampu untuk mengedepankan siswa menjadi sosok kepribadian yang tangguh dan berani menatap masa depan serta memiliki usaha kuat untuk meraihnya, dengan kata lain membentuk siswa yang merencanakan visi dan misi dengan jelas, tidak menggantung yang tidak jelas. Sejauh ini, jarang sekali guru yang membimbing secara langsung pada siswa untuk menyusun serta merencanakan masa depan yang jelas (visi) yang sesuai dengan karakter dan kecondongan setiap pribadi siswa. Hal ini terbukti dengan seringnya dialami siswa ketika lulus sekolah, ia masih tidak berani mengambil langkah pasti untuk mengambil keputusan secara mandiri untuk menentukan dirinya mau ke mana, fakta yang ada pada kebanyakan siswa hanya bertopang dagu dan menunggu belas kasihan dari orang lain. Bukti lain pula, jika seorang siswa ditanya “setelah lulus SMA/SMK mau ke mana?” banyak yang menjawab belum tahu atau jawabannya masih ragu-ragu tidak pasti. Kecuali beberapa siswa yang berani menjawab “kerja, kuliah”. Tetapi itupun masih bersifat menggantung.
Begitu pula secara makro artinya seorang pendidik sangat ikut andil dalam pengembangan pendidikan yang dicanangkan oleh pemerintah secara umum yakni ikut memajukan dan membangun bangsa lebih dinamis dan berkualitas dari segi SDM, budaya, mencetak SDM yang mampu mengelola SDA dengan benar sesuai realita kehidupan.
Secara lebih jauh, konprehensif dan mendasar, guru profesional juga menyandang prediket guru sejati. Artinya guru yang membawakan pendidikannya akan selalu mencerminkan pola kehidupan khas sebagai cirinya yang ideal dan dikagumi anak didiknya. Pandangan ini didasarkan pada tugas guru yang secara hakiki amat mulia, oleh sebab itu ia dapat dipandang sebagai sosok yang ideal di mata anak didik dan orang tua siswa sekaligus masyarakat. Karena dengan mereka dapat menjadikan dinamika masyarakat lebih maju dan dinamis, serta menjadi pengungkit masa depan individual, sosiokultural dan bangsa yang menjanjikan.
Hal semacam ini memang sesuai dengan pandangan pendidik atau guru sejati. Guru sejati lebih menekankan pada hakikat anak didik yang berkembang ke arah perbaikan diri dan masa depan yang cemerlang (duniawi dan ukhrawi), dengan pola pembelajaran yang didasari jiwa keikhlasan dan kemandirian yang terpatri di dalam dirinya dengan kuat yang juga diterapkan pada semua anak didiknya. Akan tetapi, pada sisi aplikasinya, apakah berbeda antara guru profesional dengan guru sejati? Ataukah sama?, dan bagaimana keduanya membentuk masa depan pribadi, bangsa, terutama anak didiknya?.
Agama, sebanarnya telah memberikan garis tegas pada setiap guru atau pendidik bahwa ia adalah tokoh-tokoh mulia, sebagaimana yang terbukti pada zaman keemasan Islam, banyak guru-guru besar ilmu pengetahuan dalam berbagai bidangnya yang dapat dikatan mulia dan berwibawa. Bahkan, dalam hal ini Imam Al-Ghozali dalam kitabnya Ayyuhal Walad (Hai anak baca_kitab pendidikan; pen) menjelaskan bahwa “pendidik (guru) adalah profesi paling mulia karena tugas utama guru menjadi jembatan antara manusia dengan Tuhannya”. Dengan demikian tidak ada profesi lain yang semulia ini. Jika profesi lain yang lebih menguntungkan banyak, tetapi profesi yang paling mulia tidak ada kecuali guru profesional dan sejati, karena tanpa dia (guru sejati) manusia akan belajar tanpa ada bimbingan yang jelas terarah. Lebih esensial lagi, yang selalu dikedepankan oleh seorang guru profesional dan sejati (meskipun pandangan ini pada umumnya dipandang hanya pada kategori guru sejati yang konon mereka adalah para ulama’ dan sufi) adalah nilai-nilai keikhlasan dan kesabaran yang terpatri pada jiwanya, di mana sistem pola kerjanya tidak pernah memburu nilai finansial atau berorientasi uang. Ini agaknya sedikit kontradiksi karena yang muncul pertanyaan “kalau tidak mengharapkan imbalan finansial nanti mau makan apa”, dan sebagainya. Mungkin inilah yang menjadi tantangan para guru di masa kini yang konon pernah disinggung oleh Rasulullah SAW bahwasannya menjadi seorang guru harus siap miskin. Begitulah kenyataannya.
Meskipun demikian yang menjadi tantangan guru, secara lebih simbolisitik menejement kerja seorang guru tidak layak turun karena alasan kurangnya kesejahteraan, namun mungkin ini juga yang menjadi salah satu faktor pemerintah (meskipun tidak dikaitkan secara khusus) mencanangkan guru sertifikasi untuk peningkatan mutu dan kesejahteraannya. Namun, pada sisi ini para guru seyogiyanya tidak salah orientasi utama pada finansial (financial oriented) melainkan berorientasi utama pada mutu (cualification oriented). Karena ini akan membawa dampak yang lebih besar dan manfaatnya lebih bisa dirasakan secara langsung dalam realita zaman dan tentunya oleh anak didik.
Orientasi guru profsional dan sejati
DIJUAL KLIK PADA GAMBAR |
Guru profesional yang sejati menyiapkan masa depan siswa dengan sangat jelas, ditambah dengan jiwa mulia dan suci yang ada dalam dirinya. Jiwa suci ini akan sangat membantu dalam proses pendidikan di mana nantinya dapat merambas serta mempengaruhi jiwa siswa menjadi pribadi siswa yang penuh keihlasan, kesabaran, kesucian, ketaatan, keuletan dan mandiri. Disamping itu juga, bagaimana menyiapkan bibit unggul yang sukses berproses menuju kesuksesan di masa depan dengan menanamkan mind-set usaha keras dan pintar, pantang menyerah, serta berani mengelola potensi dirinya dengan optimal. Dengan corak seperti ini, pendidikan yang dilaksanakan akan membuahkan hasil yang signifikan.
Menejement guru profesional dan sejati
Pembentukan guru profesional yang sejati, dibutuhkan aplikasi kesadaran yang mendalam dari setiap pendidik, yang kemudian direfleksikan dalam realita. Ia juga harus mampu memahami setiap karakter dan psikologi siswa secara umum dan terlebih secara khusus, dengan tujuan melihat sosok siswa labih dekat untuk modal menyentuh kepribadiannya. Membimbingnya, menyuplainya dengan nilai-nilai moral dan pelajaran hidup, dan mengenal lebih dekat juga sangat penting dalam ranah pendidikan seperti ini.
Penelitian, pengembangan pendidikan secara terpadu dengan mengembangkan jiwa-jiwa orientalis idealis dan visioner seperti upaya Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan penggunaan metode terapan pendidikan yang dikembangkan secara ilmiah dan telah terbukti sangat membantu dunia pendidikan layaknya kontekstual learning (CTL), Quantum Teaching, learning, Hipno teaching dan learning, Hipno parenting, hipno for life dan beberapa metode yang serupa adalah beberapa aplikasi penerapan pengembangan pendidikan yang terus dikembangkan oleh para pemikir dan ahli.
Selain itu, seorang guru yang menjadi ideal, sosok guru yang menjadi figur di mata siswa tak hanya soal metode dan administrasi yang dipenuhi, akan tetapi yang tidak kalah penting adalah jiwa-jiwa mulia, penuh wibawa, santun, tegas dan ikhlas. Atau dengan ungkapan lain (seperti dalam menejement interpreneur sukses) selalu memiliki Nilai Tambah yang tidak di miliki orang lain dalam persaingan prestasi dan mengkalikan faktor tambah tersebut. Meminjam istilahnya Ongky Hojanto (penulis buku The Secret to be more succes) bahwa nilai tambah yang terpenting dalam hidup ini adalah track record anda atau catatan prestasi yang anda miliki. Yakni jika kita bisa terus melakukan yang terbaik dan menjaga reputasi sebagai orang yang kompeten serta bisa dipercaya, dapat dipastikan menjadi orang yang unggul dalam persaingan.
Nah, dengan menjadi guru yang memiliki karakter semacam ini akan dikenang sepanjang masa oleh anak didik bahkan oleh masyarakat dan bangsa (baca; guru teladan). Jadi, guru dikatakan sejati dan profesional ia akan selalu dikenang sangat berjasa pada diri siswa sepanjang masa.
Sejalan dengan adanya proses pembentukan dan menejement guru profesional yang memiliki sertifikat pendidik serta kaitannya dengan konsekuensi dirinya sebagai guru sejati (meskipun secara nyata belum banyak yang dapat menerapkannya dengan baik), juga menilik lebih jauh dunia pendidikan saat ini, sebetulnya mejadi harapan penting untuk visi bangsa, di mana para penduduk negeri ini mengharapkan memiliki corak kehidupan madani yang memiliki fasilitas serta makna hakiki dalam realita kehidupan yang dijalaninya. Sebagaimana yang dicanangkan program beberapa tokoh Indonesia yaitu Indonesia Emas 2020 (sebagian mengatakan 2015 meskipun masih belum jelas strateginya), entah ini akan terwujud atau tidak tergantung persiapan masa kini ke arah sana.
Adanya guru profesional yang diharapkan menjadi guru sejati sangat dibutuhkan di semua lapisan masyarakat, tak hanya guru yang mengajarkan mata pelajaran setiap hari, melainkan pula guru yang dapat membentuk karakter (modeling) dan mengarahkan masa depan siswa sesuai dengan tujuan hidup yang mulia sesuai norma-norma Agama dan Negara. Serta menjadikan siswa tumbuh menjadi khalifah-khalifah yang berdedikasi tinggi, tafaqquh fiddin, dan bertanggung jawab pada sisi-sisi kehidupan yang menjadi sentral aktivitas hidup. Inilah yang menjadi harapan semua orang sekaligus tantangan yang selayaknya disanggupi para guru dan dunia pendidikan pada umumnya.
DIJUAL KLIK PADA GAMBAR |
Berikan komentar anda jika memang salah atau ada yang perlu ditanggapi untuk menjadi bahan pelengkap dalam penyusunan artikel berikutnya. Terimakasih.
*penulis adalah Alumnus Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Raden Wijaya Mojokerto angkatan 2009. Alumnus PMII komsat Raden Wijaya Mojokerto. Dan aktif sebagai staf Guru di SMK Ma’arif NU Jatirejo Mojokerto. Sekaligus sebagai Penggagas Revolusi Potensi Pemuda untuk masa depan (masih dalam rancangan).
Comments :
0 comments to “GURU SERTIFIKASI VERSUS GURU SEJATI DALAM CETAK BIRU MASA DEPAN PENDIDIKAN”
Post a Comment