Friday 28 January 2011

PENDIDIKAN FORMAL PESANTREN

Pesantren merupakan suatu lembaga tradisioanal yang menjadi tempat para santri dalam mencari ilmu agama. Dalam bukunya Rucman Bashori: The Founding Father Peasantren Modern Indonesia, mengatakan bahwasannya istilah pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe dan akhiran an berarti ‘tempat tinggal para santri’. Prof. john berpendapat bahwa istilah santri bersal dari bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji. Sedang C.C. Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berawal dari shastri yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau sarjana ahli kitab agama Hindu.
Ada juga yang mengatakan kata shastri tersebut berasal dari kata shastra yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama atau buku-buku tentang pengetahuan.
Pengertian pesantren pada dasarnya belum ada ta’rif yang dapat memberikan batasan dengan tegas, melainkan hanya mengandung fleksibelitas pengertian yang memenuhi ciri-ciri yang bisa memberikan pngertian pesantren. Setidaknya ada 5 (lima) ciri yang terdapat pada suatu lembaga pesantren, yaitu Kyai, santri, pengajian, asrama, dan masjid dengan aktivitasnya, yang didalamnya terdapat bebagai macam kegiatan yang tercakup dalam “tri darma pondok pesantren” yaitu;
a. Peningkatan keimanan dan ketakwaan terhadap Allah swt
b. Peningkatan keilmuan yang bermanfaat, dan
c. Pengabdian terhadap agama, masyarakat serta negara.
Sehingga bila disimpulkan dari semua unsur-unsur tersebut, dapatlah dibuat pengertian pesantren secara bebas. yaitu; suatu tempat –yang kemudian dalam perkembangannya berubah menjadi sebuah lembaga- yang khusus dijadikan para santri mendalami ilmu agama yang diasuh oleh kyai, yang bertempat tinggal di asrama, masjid dan pengkajian ilmu-ilmu agama sebagai aktivitasnya.
Pesantren lahir sebagai perwujudan dari dua keinginan yang bertemu. Yaitu keinginan orang yang menimba ilmu sebagai bekal hidup (santri) dan keinginan orang yang ikhlas mengajarkan ilmu dan pengalamannya kepada umat (Kyai). Sehingga secara fisik, penggambaran pesantren adalah sebuah lembaga yang memadukan dua keinginan tersebut. Adapun tempatnya dapat berupa langgar, mushalla, atau masjid, dan berkembang berdasarkan bertambahnya santri yang menuntut ilmu. Ditempat ini pula kemudian aktivitas santri diselenggarakan.
Awal berdirinya, pesantren diketahui keberadaannya di Indonesia setelah abad ke-16. Pada abad itu telah banyak dijumpai lemabaga-lembaga yang mengajarkan berbagai kitab klasik dalam bidang fiqh, aqidah, dan tasawuf. Namun, terdapat dua versi pendapat mengenai sejarah berdirinya, Pertama pendapat yang mengatakan pesantren berkar dari tradisi islam sendiri, yaitu tradisi tarekat. Pesantren memiliki kaitan yang amat erat dengan tempat pendidikan yang khas dengan aroma sufinya. Pendapat ini berdasarkan fakta bahwa penyiaran islam di Indonesia pada awalnya lebih banyak dikenal dalam bentuk kegiatan tarekat. Hal ini ditandai dengan terbentuknya organisasi tarekat yang melaksanakan amalan-amalan dzikir dan wirid-wirid tertentu.
Kedua, pesantren yang kita kenal sekarang ini pada mulanya merupakan pengambilalihan dari system pondok pesantren yang diadakan oleh orang-orang Hindu di Nusantara. Syekh Malik Ibrahim, adalah sosok pertama dalam sejarah yang mula-mula mengadakan pengajian dan pendidikan yang akhirnya lembaga-lembaga yang didirikan oleh orang-orang Hindu tersisihkan karna masyarakat telah didominasi memeluk islam saat itu, bahkan para pendetapun yang menjadi Kyainya memeluk islam dan akhirnya pula system yang ada dirubah esensinya yang awalnya mengajarkan agama Hindu beralih mengajarkan agama islam yang dibantu oleh Syekh Malik Ibrahim .
Hal ini juga didasarkan pada fakta bahwa jauh sebelum datangnya islam di Indonesia lembaga pesantren sudah ada di negri ini. Pendirian pada masa itu dimaksudkan sebagai tempat pengajaran agama Hindu. Fakta lain yang mengatakan bahwasannya budaya peasantren bukan dari tradisi islam adalah tidak ditemukannya lembaga peasantren ini di Negara-negara islam lainnya.
Pertumbuhan pondok pesantren di Indonesia berlangsung dengan cepat didukung dari beberapa data. Ini dimungkan tersebar dengan cepat karna pada peserta didik atau santri tersebut telah dianggap mampu (oleh Kyainya) menguasai ilmu yang telah diberikan, kemudian kembali ke daerah masing-masing dan mendirikan pondok pesantren sendiri dengan pengembangan sesuai dengan keahlian masing-masing. Dan terus berlangsung demikian. Bahkan pada tahun-tahun perjuangan kemerdekaan, peran pondok pesantren cukup besar. Mobilisasi umat dilakukan para Kyai untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah.
2. Peranan Pesantren
Sebagaimana lazimnya peran serta pesantren dalam masyarakat, ia tidak hanya berperan dalam bidang ritual keagamaan. Lebih dari itu, pesantren memiliki peran yang amat besar dalam perkembangan bangsa Indonesia. Lebih-lebih dalam memupuk generasi bangsa menjadikan generasi yang actual dalam merealisasikan bangsanya menuju bangsa yang harmonis dan bebas dari segala bentuk penjajahan baik yang bersifat fisik maupun kejiwaan.
Sejarah mencatat, bahwa peranan pesantren yang paling nyata dalam pembentukan masyarakat makmur adalah peran pendidikannya, disamping peran-peran yang lain seperti lembaga ritual keagamaan (tarekat). Hal ini, terlihat jelas pada awal berdirinya yaitu ditandai berdasarkan inisiatif masyarakat Indonesia kala itu yang ingin mendalami ilmu agama islam dan para ulama’ yang ingin menyalurkan ilmunya kepada masyarkat, walaupun pada akhirnya peranannya berkembang dengan dilaksanakannya ritual keagamaan yang pada dasarnya kegiatan ini merupakan bentuk pengamalan dari pendidikan yang diajarkan para ulama’.
Perkembangan selanjutnya, pondok pesantren yang memiliki keberadaan Rahmatallil’alamin ini, berperan amat multi fungsi, disamping ia menjadi citra masyarakat sebagai lembaga dakwah pendidikan masyarakat juga memiliki fungsi pemberdayaan pada masyarakat sekitarnya, terutama perekonomian dan social budaya, seperti system koprasi pondok pesantren dan keorganisasian. Selain itu, juga perannya di bidang kesehatan, penyebaran teknologi, ketrampilan dan sebagainya, seperti Pos kesehatan pesantren (poskestren) dan Laboratorium. Hal ini dikarnakan keberadaan pesantren, telah berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap pembentukan watak masyarakat di daerah yang ditempatinya.
Lebih rinci dijelaskan dalam Pola Pengembangan Pondok Pesantren yang diterbitkan oleh Direktorat Jendral kelembagaan RI, yaitu Pondok pesantren dalam rangka pelaksanaan pendidikan memiliki empat peran yang berfungsi pada masyarakat, yaitu;
a) Peran instrumental.
Peran ini mengupayakan pendidikan secara nasional yang tidak hanya mengejawantahkan tujuan-tujuanya dengan gedung-gedung sekolah, namun juga dibentuk secara informal yang berupa swadaya masyarakat. Dan pondok peasantren yang berkembang merupakan salah satu bentuk dari pendidikan informal, sekaligus ia merupakan bentuk kreasi asli dari para Kyai (ulama’) dalam upaya menciptakan sarana pedidikan dan berperan sebagai alat / instrument bagi pendidikan nasional yang bersifat partisipatif emansipatoris.
b) Peran Keagamaan.
Pada peran ini, pondok pesantren melakukan proses pembinaan pengetahuan, sikap dan kecakapan, dan hal-hal yang menyangkut segi keagamaan memiliki tujuan utama yaitu mengusahakan terbentuknya manusia yang berbudi luhur (al-akhlakul karimah) dengan mengamalkan agama secara konsisten.
c) Peranan Mobilisasi Masyarakat.
Pendidikan pesantren merupakan pendidikan alternatif dari berbagai kalangan msyarakat yang ingin memiliki putra-putri nya menjadi anak yang shaleh, disamping mereka memasukkannya pada lembaga formal. Hal ini menunjukkan bahwasanya pesantren mempunyai masyarakat pendukung yang cukup kuat yang mampu menggerakkan gairah pendidikan.
d) Peranan Pembinaan Mental Dan Ketrampilan.
Pendidikan yang diselenggarakan pondok pesantren dikembngkan tidak hanya berdasarkan pada pendidikan keagamaan saja, melainkan dalam peasantren tersebut pembinaan dalam mental dan sikap para santri untuk hidup mandiri, meningkatkan ketrampilan dan berjiwa entrepreneurshipi. Karna dalam pesantren mereka saling hidup bersama dan saling menghormati.
Penjelasan-penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwasannya peran penting pesantren dalam pengembangan masyarakat yang unggul adalah pada bidang pendidikan. Dari sini pesantren memperluas peranannya (sebagaimana fungsinya yang Rahmatallil’alamin) dengan mengayomi masyarakat di beerbagai bidang yaitu perekonomian, sosial, kesehatan, ketrampilan, teknologi dan sebagainya. Hal ini (pada dasarnya), didasarkan dalam rangka memperluas jaringan system pendidikan di masyarakat dengan berbagai sentuhan / metode yang dibutuhkan oleh masyarakat umum, yang dalam bacaan praktis tujuan satu-satunya adalah menyebarluaskan ilmu-ilmu agama beserta pengamalannya untuk mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dalam berbagai segi kehidupan. Yang dalam prakteknya ibadah yang tidak hanya melulu dalam bentuk ritual, namun ibadah diseluruh aspek aktivitas kehidupan individu sebagaimana yang terealisasikan dalam ajaran islam sendiri yakni Rahmatallil’alamin.
3. Kurikulum Pesantren
Kurikulum merupakan satuan pendidikan yang diselenggarakan dalam suatu lembaga yang bisa berbentuk apa saja, yang memiliki peran untuk mengembangakan potensi anak didik dalam proses pendidikannya, dan biasanya dihabiskan dalam dasawarsa tertentu, dan untuk melanjutkannya pada satuan pendidikan baru.
Pengertian lebih luas mengenai kurikulum (dalam pendidikan modern) bisa menyangkut pelajaran di dalam kelas dan diluar kelas (intra dan ekstra), seperti, lomba, ketrampilan, olah raga, mengadakan pengajian, tour, study banding, dan bahkan kegiatan anak didik dirumah-pun jika dimaksudkan untuk pengembangan proses pendidikan anak didik dapat dicakup pula dalam pengertian kurikulum ini.
Pesantren, dalam hal ini sebenarnya jauh sebelumnya sudah menjalankan model kurikulumnya tidak hanya sebatas pada materi pembelajaran di dalam kelas. Tetapi lebih dari itu, semua program kegiatan yang ada di pesantren adalah memuat kurikulum yang dijalankan oleh para santri untuk mengembangkan keilmuan dan pengalamannya di mana saja, seperti; latihan hidup sederhana, mengatur kepentingan bersama, mengurus kebutuhan sendiri, latihan bela diri, ibadah dengan tertib dan riyadhoh. Pirinsipnya, menurut Nurcholis Madjid (dalam Syulthon Masyhud) menjelaskan setidaknya ada dua belas prinsip yang melekat pada pendidikan atau kurikulum dalam pesantren, yaitu: (1) teosentrik; (2) ikhlas dalam pengabdian; (3) kearifan; (4) kesederhanaan, tapi bukan berarti miskin; (5) kolektifitas (barakatul jama’ah); (6) mengatur kegiatan bersama; (7) kebebasan terpimpin; (8) kemandirian; (9) tempat menuntut ilmu dan mengabdi; (10) mengamalkn ajaran agama; (11) tanpa ijazah (12) kepatuhan terhadap Kyai.
Inilah model kurikulum yang dipakai sampai saat ini, meskipun pada awal perkembangannya istilah ini belum dikenal oleh banyak masyarakat di pesantren (red- santri) namun dalam perkembangan kekinian istilah ini telah diadopsi ke dalam pesantren. Dan apabila ditinjau dari mata pelajarannya adalah berkisar pada ilmu pengetahuan agama dan segala vaknya dengan berbagai tingkatan, seperti: tingkat paling dasar (awwaliyah), tingkat menengah pertama (wustho), tingkat menengah atas (wustho tsani), dan terakhir tingkat tinggi (‘ulya), yang di dalamnya tak luput dari mengedepankan sisi kepentingan, keserasian dan keselarasan serta keseimbangan hubungan antara manusia dengan manusia, dengan dirinya sendiri, dengan lingkungan sekitar dan yang paling esensi adalah hubungan dengan Allah swt.
Berdasarkan ruang lingkup ini, kurikulum di pesantren memiliki ruang lingkup akidah, ibadah, tarikh, akhlak/ tasawuf, Al-Quran dan hadist. Dengan berbagai progam tambahan seperti olah raga, tafakkur, kesenian dan bakti social. Pada dasarnya pola kurikulum seperti ini merupakan kurikulum dasar (ibtida’) yang wajib dijalankan oleh seluruh santri. Sedangkan pada jenjang berikutnya, kurikulum pesantren didasarkan pada pengalaman ritual keagamaan yang merupakan pendidikan lanjutan yang lebih jauh oleh santri yang sudah dianggap cukup untuk menerima pendidikan yang lebih tinggi dari Kyainya yaitu manjalani kehidupan ala sufi yang mengedepankan laku kehidupan yang mulia. Pada tahap ini seorang santri diwajibkan berakhlak karimah, banyak melakukan riyadhah, mujahadah dan dzikir yang merupakan pengalaman khusus bagi santri-santri tertentu yang dirasa sudah cukup dan mampu untuk melaksanakannya.
Berdasarkan fakta di atas, hal ini merupakan sebuah usaha/proses pencapaian menuju pembalajaran yang sempurna yaitu meraih predikat manusia yang kamil (insan kamil / perfect person) sesuai dengan tujuan umum pendidikan islam yaitu meraih keutamaan akhlak dan bahagia hidup di dunia dan akhirat, karna pendidikan akhlak dan kesempurnaan hidup adalah esensi dari pendidikan islam itu sendiri melalui proses pengalaman ajaran agama secara mendasar dan menyeluruh (kaffah). Dalam hal ini KH. Irfan Hielmy mengatakan :

Agama merupakan jalan yang akan membawa manusia pada nilai yang lebih tinggi menuju kesempurnaan hidup. Melalui ajaran akidah dan akhlak didukung dengan ajaran amal shaleh dan tingkah laku yang selaras dengan syari’ah yang digariskan. Agama akan mengantar manusia pada tingkat kesempurnaan yang sesungguhnya. Dalam islam tingkat kesempurnaan yang tinggi itu adalah mengenal Al-Khaliq-nya dan bisa mendekatkan diri dengan memanifestasikan sifat-Nya

Selanjutnya ia mengatakan bahwasanya kehidupan seperti inilah (hidup yang sempurna) yang sebenarnya dituju oleh para sufi dan orang-orang shaleh yang melewati jalan kebenaran yang diridhai oleh sang Khaliq dengan cara memanifestasikan sifat-sifat-Nya, beliau mengatakan:
Mengenal Al-Khaliq, mendekatkan diri kemudian memanifestasikan sifat-Nya dalam hidup merupakan jalan menuju kesempurnaan manusia di muka bumi dalam kapasitas dirinya selaku khalifah di muka bumi....

Dari paparan di atas, kurikulum di pesantren merupakan kurikulum yang memproses dan mencetak manusia menjadi generasi manusia yang bisa meraih cita-cita nya (mulai dari tingkat ibtida’ yang di dalamnya ada awwaliah, wustho, wustho tsani dan ‘ulya sampai tingkat lanjutan yang hanya dikhusukan pada santri-santri tertentu), yakni manusia sempurna atau kehidupan yang sempurna yang menjadi tujuan utama dalam pendidikan di pesantren.
4. Kurikulum Pesantren dalam Pendidikan Formal
Perkembangan kegiatan pendidikan islam, yang tercakup dalam pondok pesantren dan madrasah, telah terjadi persentuhan yang signifikan dan memberikan warna baru bagi keduanya. Dapat ditengahkan di sini, bahwa perkembngan kegiatan di madrasah (lembaga formal berbasis pesantren) merupakan konvergensi antara sistem pendidikan pondok pesantren dengan sistem sekolah modern.
Bentuk seperti inilah yang akhirnya memberikan angin segar bagi berdirinya madrasah di lingkungan pondok pesantren, yang pada prinsipnya terdapat dua tipe madrasah yang sedang berkembang di lingkungan pondok pesantren sebagai respon dari pembaharuan pendidikan islam. Yaitu, Pertama, Madrasah diniah yang khususnya mengajarkan ilmu-ilmu agama, dan kedua madrasah umum yang terbuka mengajarkan ilmu-ilmu non keagamaan seperti ilmu eksak, bahasa dan lain sebagainya, di samping juga memberikan pengetahuan agama. Secara umum, format yang terjadi dan berkembang adalah demikian. Dan pada akhirnya, dalam kenyataan lapangan, sistem pendidikan yang terjadi adalah madrasah pondok pesantren, yaitu madrasah yang kurikulumnya tidak berdasarkan kurikulum pemerintah melainkan kurikulum yang memakai sistem klasikal, mengedepankan dan mengaplikasikan mata pelajaran agama dan kitab-kitab yang berjalan didalam tradisi pondok pesantren.
Apabila dibandingkan dengan kurikulum umum di lembaga sekolah non pesantren, yang umumnya mata pelajaran agama cuma mengambil literatur dari buku-buku yang dikeluarkan oleh Departemen Agama (Depag). Khususnya lembaga sekolah yang berbasis islam, seperti MAN dan MA non pesantren. Apalagi dengan lembaga formal yang tidak berbasis islam (sekolah Negri), kurikulum agama islamnya hanya satu paket buku yang memuat seluruh isi pokok-pokok pendidikan agama islam, hanya secara global tidak secara rinci seperti yang terdapat pada lembaga sekolah yang berada dibawah yayasan pesantren, yang menyediakan kurikulum agamanya dengan amat rinci dan mengambil dari literatur asli kitab klasik. Misalnya, pelajaran Akidah, dijelaskan sedemikian rupa dengan berbagai macam perincian sifat-sifat Tuhan yang wajib diyakini Dan setiap satu sifat Tuhan dijelaskan lagi lebih mendetil sampai menyentuh hakikat sebanarnya. Berbeda dengan kurikulum agama yang berada dilembaga umum, misalnya pelajaran Akidah cuma dijelaskan secara garis besarnya saja.
Hal diatas merupakan perbandingan-perbandingan yang amat mencolok dalam dua lembaga madrasah yaitu madrasah dengan sistem pondok pesantren dengan sekolah non pesantren. Untuk lebih memperjelas pemahaman, disini disajikan tabel perbandingan antara kurikulum pesantren dengan kurikulum umum yang diajarkan di lembaga pendidikan formal. Dimana kurikulum agama di lembaga pesantren lebih menonjol klasifikasinya dibandingkan kurikulum agama di lembaga formal yang -bahkan terkadang- hanya terdiri dari satu paket pelajaran agama, seperti Materi pendidikan Agama Islam (PAI). Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dibawah ini:


1 Akidah
    •Jawahirul Kalamiyah
    •Khoridatul Bahiyah
    •Khomsatun Mutun Akidah
2 Fiqih
    •Fathul Qorib
    •Fathul Muin
3 Akhlak
    •Adabul Muta’allim
    •Ta’limul Muta’allim
4 Al-Quran
    •Tafsir Jalalain
    •Ulumul Quran
    •Tajwid Tuhfatul Athfal
5 Hadist
    •Muhtarul Ahadist
    •Arbain Nawawi

sedangkan pada pendidikan formal yang berbasis non pesantren, pada umumnya menggunan materi pelajaran Agama ISlam dari Departemen agama atau DEPAG. sedangkan pada sekolah menengan kejuruan (SMK) juga hampir sama bahkan sekedar satu materi ajar atau satu sumber untuk pendidikan Agamanya.

Dari sini bisa dilihat bagaimana kurikulum pesantren yang diajarkan di lembaga formal (baca; Madrasah Aliyah Pesantren) pada umumnya lebih menonjol dan lebih unggul jika dibandingkan dengan kurikulum pelajaran agama yang diajarkan di lembaga-lembaga lain.


PENULIS ; AHMAD FATAHILLAH

Comments :

0 comments to “PENDIDIKAN FORMAL PESANTREN”

Post a Comment