Friday 28 January 2011

PERKEMBANGAN ANAK DIDIK DAN DUNIA PESANTREN

Anak didik (siswa) merupakan pribadi yang sedang tumbuh dan berkembang. Sepanjang hidupannya Pertumbuhan dan perkembangan ini bersifat jasmani dan kejiwaan yang melalui proses secara tertatur dan terarah, yaitu ke arah kemajuan dan bukan kemunduran. Tiap tahap pertumbuahan dan perkembangan ini ditandai dengan meningkatnya kemampuan dan cara-cara baru yang dimiliki. Pertumbuhan dan perkembangan (kepribadian) ini merupakan peralihan tingkah laku atau fungsi kejiwaan dari yang lebih rendah ke pada tingkat yang lebih tinggi,
yang nantinya perubahan-perubahan (yang bersifat fisik dan kejiwaan) ini dimaksudkan agar anak didik dalam lingkungannya (baik fisik maupun sosial) dapat menyesuaikan diri dalam lingkungannya dengan baik.
Guna menyikapi hal ini, pendidikan dipandang memiliki tugas yang amat penting dalam memberikan bimbingan, agar pertumbuhan dan perkembangannya berlangsung secara wajar dan optimal. Hal ini dikarnakan pendidikan melihat tiap-tiap anak didik memiliki sifat dan kerpribadian yang unik dan berbeda satu sama lain, dan menjadikan ciri khas tersendiri (potret) dalam kehidupannya.
Keunikan sifat kepribadian ini terlihat dalam tiga factor penting, yakni keturunan, lingkungan dan diri pribadi (self). Disini terlihat bahwasannya faktor keturunan memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membentuk kepribadian anak, karna si anak mendapat asupan setengah dari sifat ayah dan setengahnya lagi dari ibu. Begitu pula factor lingkungan, ia memiliki peran yang sama pentingnya dalam membentuk kepribadian seoarang anak didik, dikarnakan lingkungan di mana tempat tinggal ia hidup juga memberikan kontribusi yang memadai, seperti berkumpul dengan orang-orang terhormat, teman-teman yang baik serta lingkungn pergaulan social yang memilki nilai positif.
Terakhir, faktor penting yang sering diabaikan dalam memahami prinsip pertumbuhan dan perkembngan anak didik, serta berperan dalam membentuk kepribadian anak yaitu faktor self, atau kehidupan kejiwaan si anak. Factor self mencakup perasaan, anggapan, pikiran, pandangan, penilaian, keyakinan, sikap, dan usaha seseorang yang amat berpengaruh dalam membuat keputusan dalam tindakan sehari-hari. Apabila dapat dipahami self seseorang maka dapat dipahami pula pola kehidupannya. Oleh sebab itu, factor self (pribadi) adalah yang menjadi garapan utama pendidikan dalam membentuk pribadi anak yang ideal sesuai dengan fitrah kehidupannya, yaitu manusia yang paripurna. Maka hal inilah yang akan menjadi topik pembahasan penulisan skripsi ini, dimana faktor pendidikan, terutama pendidikan agama, manjadi factor terpenting dalam membentuk kepribadian anak didik (siswa). Dalam al-Quran pun dijelaskan bahwasaannya Allah swt., tidak akan merubah nasib suatu kaum –termasuk pribadi seseorang-, kecuali jika ia mau merubah keadaan yang ada pada dirinya sendiri. Sebagaimana yang dijelasakan dalam Q.S Ar-ra’du : 11 berikut :
إنَّ الله لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّى يُغَيِّرُ مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
Ayat diatas mengungkapkan dengan jelas, bahwasannya faktor self atau pribadilah yang menjadi faktor utama untuk membentuk pribadi yang perfect (sempurna). Bukan hanya faktor keturunan atau lingkungan saja, karna ia hanya merupakan fasilitas yang mewadahi atas perkembangan dan pertumbuhan kejiwaan pribadi seseorang.
M. Quraisyihab dalam tafsir Al-Misbahnya menafsirakan ayat ini sebagai bentuk perubahan yang didasarkan pada pola pemikiran yang berbeda dalam wacana untuk merubah keadaan. Ia mengatakan mengenai ayat yang berbunyi (artinya) “Sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka” yang dimaksud adalah sikap mental dan pikiran mereka sendiri.
Sikap dan mental ini yang akhirnya menghendaki seseorang untuk merubah sikapnya terlebih dahulu, dan ketika itu jika Allah swt menghendakinya maka akan berlakulah ketentuannya yang berdasarkan pada sunnatullah atau hukum-hukum kemasyarakatan yang ditetapkannya, dan bila itu terjadi maka tak ada yang dapat menolaknya.
Penjelasan ini menerangkan bahwasannya, peran pribadi amat membantu dalam perkembangan terutama menyangkut aspek pemikiran dan mental yang sesuai dengan prinsip-prinsip moral agama, yang akhirnya dapat membuahkan sikap dan mental yang bagus dalam wujud kepribadiannya dalam masyarakat.
Pengertian nasib dalam ayat diatas memiliki banyak arti, seperti nasib perekonomian, kesehatan, pendidikan, termasuk pula nasib kepribadiannya yang tak luput dari mengusahakannya menuju perkembangan yang lebih baik. Dan hal ini, menjadi garapan utama dalam berbagai lembaga pendidikan –yang intinya- untuk mencetak kader-kader manusia yang memiliki SDM tinggi (baik IPTEK maupun IMTAQ), dan siap diterjunkan dalam kehidupan riel yang terus berkembang menuju dunia yang lebih modern.
Akan tetapi, melihat fenomena kekinian, sangat disayangkan bahwasannya lembaga pendidikan yang selama ini dianggap sebagai wadah penggemblengan anak didik membentuk manusia-manusia yang beradab dan bermoral mulia, baik dengan Sang Pencipta maupun sesama makhluk, lambat laun semakin merosot peranannya. Terlihat amat jelas, dengan ditandainya beberapa puluh anak yang baru lulus sekolah dengan mengadakan konvoi-konvoi di jalanan, berhura-hura dan berpesta pora serta melakukan hal-hal negatif lain yang intinya jauh dari nilai-nilai moral agama dan susila. Selain itu, juga banyaknya prosentase nilai kriminal pelajar yang semakin menjalar. Hal ini menunjukkan bahwasannya system pendidikan telah merosot peranannya. Yang semula, seharusnya membentuk anak didik bermoral dan berpengetahuan serta berkualitas tinggi, namun setelah beberapa dekade ini pendidikan –khususnya lembaga formal- tak dapat lagi menjalankan fungsi utamanya. Banyak kasus kenakalan remaja yang terjadi di mana-mana dengan mengatas namakan sekolah, seperti tawuran antar sekolah, terlibat minuman keras, narkoba, free sex dan lain sebagainya. Melihat kenyataan seperti ini, pendidikan formal telah dinilai gagal dalam menjalankan tugasnya.
Namun disisi lain, tidaklah semua lembaga pendidikan akhir-akhir ini gagal dalam menjalankan tugas pentingnya. Akan tetapi, masih terdapat suatu lembaga pendidikan yang selama ini masih eksis ditengah-tengah masyarakat yang dianggap masih dapat mencetak kader-kader manusia unggulan memiliki daya SDM tinggi. Lembaga tersebut ialah pesantren. Dimana peran pesantren tetap survive dan mampu beradapatasi dengan modernitas pendidikan. Bahkan ketika pendidikan formal atau sekuler dinilai gagal dalam membentuk kepribadian. Dalam masalah ini, peasantren ditunjuk sebagai lembaga pendidikan alternative.
Tatanan pendidikan semacam ini, pesantren dinilai sukes. Ada kecenderungan dari orang tua di kota-kota besar yang tidak mampu lagi mengendalikan dan mengarahkan anak-anaknya dari kenakalan remaja, maka pilihan terbaik baginya adalah mengirimkan anak-anaknya ke pesantren, kendatipun di pesantren mereka belum tentu juga mengalami kesadaran sepenuhnya. Namun secara umum, pesantren masih diyakini potensial mendidik, membimbing dan membangun kepribadian anak didiknya (santri) menjadi orang muslim yang benar-benar shaleh dan shalihah, yang memiliki ketahanan cukup kuat dalam menghadapi tuntutan dunia global.
Pesantren sebagai lembaga dakwah yang mengiringi dakwah islamiah di Indonesia memiliki persepsi yang plural. Pesantren bisa dipandang sebagai lembaga ritual, lembaga dakwah dan yang paling populer adalah sebagai lembaga pendidikan (institute) islam yang mengalami konjungtur dan romantika kehidupan menghadapi berbagai tantangan yang berbau intertnal dan eksternal.
Pesantren merupakan sistem pendidikan yang tumbuh dan lahir dari kultur Indonesia yang bersifat asli atau budaya murni Indonesia (indigenous). Lembaga ini-lah yang akhirnya dilirik kembali –oleh para pakar pendidikan- sebagai model dasar pengembangan konsep pendidikan baru di Indonesia. Meskipun tidak ada pengakuan secara eksplisit dari pakar pendidikan. Akan tetapi karakter budaya pesantren telah diadopsi kedalam system pendidikan formal. Sampai saat ini terbukti dengan munculnya sekolah-sekolah unggul (boarding school) sejak tiga dasawarsa terakhir, yang tujuan utamanya ialah membentuk pribadi anak didik yang tidak hanya memilki pengetahuan umum saja, melainkan juga memiliki ketrampilan dalam memahami dan menjalankan nilai-nilai ajaran agama islam dengan baik dan benar. Yang nantinya bermunculan kader-kader generasi anak bangsa yang memiliki kemampuan IPTEK dan IMTAQ secara sekaligus, yang siap mengarungi tantangan kehidupan yang kian semakin maju.
Model semacam ini, menurut penulis, disebut model gabungan kurikulum yang barbasis nasional dengan klasik (ala pesantren) yang mengalami proses perkembangan dalam pendidikan, khususnya dalam membina kepribadian anak didik. Selain itu, menjadi gagasan utama oleh beberapa lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan (yayasan) pondok peasantren, seperti yang terdapat di MA Darul Hikmah Kedungmaling Sooko Mojokerto (yang akan menjadi kajian objek penelitian penulis). Dalam lembaga tersebut disamping melaksankan berbagai kurikulum nasional juga mengedepankan kurikulum berbasis pesantren, yang idealnya memakai mata pelajaran khas ala di pesantren seperti penggunaan literatur kitab kuning/ kitab klasik karya ulama’ terdahulu yang diyakini –dalam dunia pesantren- dapat membuahkan keberkahan bagi siapa saja yang mempelajarinya, lebih-lebih untuk membentuk kepribadian yang perfect dan diridhai oleh Allah swt. Akan tetapi, bedanya Cuma pada metode penyampaiannya saja yang sedikit berbeda dengan murni yang ada di pesanteren seperti sorogan dan bandongan. Di madrasah ini mengedapankan metode-metode yang sedang berkembang di dunia pendidikan, memang masih ada satu atau dua guru yang menggunakan metode klasikal ala pesantren namun itu jarang dipraktekkan.


PENULIS ; AHMAD FATAHILLAH

Comments :

0 comments to “PERKEMBANGAN ANAK DIDIK DAN DUNIA PESANTREN”

Post a Comment